Pages

Labels

Bydraers

Aangedryf deur Blogger.

Donderdag 02 Mei 2013

PENGEMBANGAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH, Nuril Anwar, S.Pd.



                Perpustakaan sekolah merupakan bagian penting dari komponen pendidikan yang tidak dapat dipisahkan keberadaannya dari lingkungan sekolah. Sebagai salah satu sarana pendidikan, perpustakaan sekolah berfungsi sebagai penunjang belajar bagi para siswa/siswi dan juga perpustakaan sekolah berfungsi untuk membantu siswa dan guru dalam memacu tercapainya tujuan pendidikan di sekolah. Perpustakaan sekolah harus memungkinkan para tenaga kependidikan dan para peserta didik memperoleh kesempatan untuk memperluas dan menambah pengetahuan dengan membaca bahan pustaka yang mengandung ilmu pengetahuan yang diperlukan dalam KBM dan di luar KBM..
                Misi perpustakaan sekolah (SNI7329:2009) yaitu menyediakan informasi dan ide yang merupakan fondasi agar berfungsi secara baik di dalam masyarakat masa kini yang berbasis informasi dan pengetahuan; merupakan sarana bagi murid agar terampil belajar sepanjang hayat dan mampu mengembangkan daya pikir agar mereka dapat hidup sebagai warga negara yang bertanggung jawab.
                Tujuan perpustakaan Sekolah (SNI7329:) menyediakan pusat sumber belajar sehingga dapat membantu pengembangan dan peningkatan minat baca, literasi informasi, bakat serta kemampuan peserta didik.
                Namun berdasarkan fakta di lapangan banyak masalah yang dapat menghambat tujuan tersebut. Masalah tersebut, antara lain sbb : Kurangnya kesadaran para pimpinan sekolah dan para pengelola perpustakaan sekolah tentang penjabaran misi dan tujuan dari perpustakaan sekolahnya; Kurangnya pengetahuan para pimpinan sekolah dan para pengelola perpustakaan sekolah tentang manajemen dan organisasi perpustakaan; kurangnya motivasi dan peran serta dari pemerintah, baik jajaran pemerintahan maupun lembaga dtruktural perpustakaan daerah sampai pusat.
                Dalam tulisan sederhana ini penulis mencoba membahas penelesaian atau jalan keluar dari beberapa masalah di atas.
                Pengembangan sebuah perpustakaan harus dilakukan berdasarkan kebijakan dari lembaga penaung, kecuali jika perpustakaan tersebut bersifat independen. Dasar utama yang harus menjadi landasan adalah visi dan misi lembaga. Perpustakaan harus berperan mendukung tercapainya visi dan misi ini. Perpustakaan independen juga harus memiliki visi dan misi untuk dijadikan jalur pijakan pengembangan. Dengan visi dan misi yang jelas, maka dapat dibuat sebuah ukuran atau indikator keberhasilan yang harus dicapai dalam pengembangan.
          Bagi perpustakaan teladan dan penaung secara berkesinambungan hendaknya mampu menciptakan kondisi kerjasama yang mendukung pengembangan perpustakaan sehingga semuanya bisa menjadi perpustakaan standar. Perpustakaan standar meliputi: standar koleksi, standar SDM pustakawan dan tenaga administrasi, standar layana (Jenis dan bentuk layanan); Cakupan pengguna (komunitas lokal – regional – nasional – dst.); Fasilitas pendukung (gedung dan alat)
                Prioritas diberikan pada komponen yang paling mendukung target pengembangan lembaga. Pertimbangan lain adalah ketersediaan dana yang dimiliki.
                Pada setiap kegiatan pengembangan, dibutuhkan pendukung utama untuk menjamin keberhasilan. Pendukung pertama adalah dana (fund). Pendukung berikutnya adalah perencanaan (planning) dimana di dalamnya sudah dimuat tujuan masing-masing kegiatan, ukuran capaian, bentuk program. Pada perencanaan juga disebutkan kapan setiap tujuan harus tercapai. Pendukung utama ketiga adalah sumber daya manusia pengelola perpustakaan (Kepala Perpustakaan, pustakawan, tenaga teknis) yang mengetahui peran masing-masing sehingga akan bersedia bertanggung jawab atas keberhasilan atau kegagalan/ tertundanya pencapaian tujuan.
                Langkah pengembangan sebaiknya dimulai dari kesepakatan bersama dari setiap komponen di dalam sistem, mulai dari pimpinan sekolah, pengelola perpustakaan sampai pada pengguna. Semua komponen harus sepakat tentang apa yang akan dikembangkan, serta konsekuensi yang harus dihadapi akibat pengembangan (misalnya, suasana baru dan berbeda). Dengan demikian semua komponen akan bergerak pada arah yang sama, tidak membuat arah sendiri-sendiri.
Beberapa langkah yang dapat dilakukan adalah:
                Dengan membuatSWOT analysis. agar dapat mengukur keberhasilan dari kegiatan pengembangan diperlukan ukuran yang ditentukan sendiri oleh lembaga berdasarkan kondisi yang ada. Caranya adalah dengan membuat analisa SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, Threat), yaitu melihat apa yang menjadi KEKUATAN (S) lembaga: jumlah dan tingkat pendidikan SDM, jaringan, dan semua kekuatan internal, apa KELEMAHAN (W) lembaga: keterbatasan dana, koleksi yang ketinggalan jaman, ruang kurang representatif, dan kelemahan internal lainnya, KESEMPATAN (O) yang terlihat di eksternal lembaga: kebijakan pemerintah, tawaran kerjasama, kesempatan beasiswa,dan semua kesempatan dari eksternal, ANCAMAN (T) dari eksternal yang akan menghambat usaha pengembangan: persaingan dengan lembaga sejenis, globalisasi, citra masyarakat tentang lembaga selama ini.
                Dengan menentukan sasaran dengan ukuran (standar) Ukuran keberhasilan yang dibuat berdasarkan tujuan yang disusun dengan mengacu pada analisis SWOT. Ukuran yang dibuat haruslah rasional agar tingkat keberhasilannya menjadi sangat tinggi. Jika memungkinkan, ukuran keberhasilan sebaiknya berupa angka (kuantitas). Jika tidak, dapat juga dengan ukuran kualitas, contohnya: Di ruang layanan akan terpasang 15 komputer on-line;  Pustakawan berpendidikan S1 bertambah menjadi 3 orang; atau mungkin Terdapat layanan baru yang memiliki daya tarik lebih tinggidan pengguna perpustakaan menggunakan seluruh layanan yang disajikan                 Dengan ukuran yang jelas maka seorang manajer akan bisa membuat target minimal yang bisa dicapai dan dapat membuat evaluasi tentang tingkat keberhasilan ( target 15 komputer – realisasi 10 komputer= capaian…..%)
                Setelah jelas ukuran capaian, buatlah program untuk mencapai target yang ditetapkan, misalnya: Kerjasama dengan perusahaan untuk pengadaan komputer baru untuk bidang pelayanan; Peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan jenjang sarjana; Lokakarya Revitalisasi Layanan PerpustakaanYang harus diingat adalah bahwa semua program harus mengacu pada kebijakan lembaga penaung agar mendapat dukungan (-paling tidak- dukungan moral) dari lembaga. Selain itu, harus tetap memperhatikan hasil analisis SWOT sebagai acuan penyusunan program.
                Selanjutnya adalah menghitung anggaran yang harus dikeluarkan dalam kegiatan pengembangan. Dasar anggaran dapat ditetapkan berdasarkan ketersediaan anggaran-anggaran yang disediakan atau berdasarkan tujuan yang harus dicapai yang berdampak pada program yang akan dibuat. Seluruh butir anggaran harus dihitung dengan cermat sehingga tidak ada yang terlewati agar tidak ada kegiatan yang harus dihentikan karena kekeliruan pengitungan dana.
                Setelah itu, tetapkan waktu yang pasti tetapi rasional untuk setiap program yang akan dilakukan. Pilih program yang dapat dijalankan secara paralel dan program mana yang harus dilakukan berurutan atau satu demi satu. Penetapan waktu ini, maka pembagian kerja akan semakin jelas dan mudah dilakukan karena tidak akan terjadi benturan waktu pengerjaan program dan pustakawan yang harus merangkap garapan. Banyak orang yang menganggap bahwa penentuan waktu adalah sesuatu yang sederhana. Akan tetapi, kekeliruan penentuan waktu bisa membuat sebuah program tidak terlaksanakan dengan sempurna karena alokasi yang keliru (terlalu lama atau terlalu sebentar). Kemudian tanpa ukuran waktu, manajer tidak bisa menuntut timnya untuk bergerak cepat.
                Masalah ini sepertinya setiap saat dikeluhkan oleh banyak perpustakaan adalah keinginan bergerak melangkah maju. Padahal masalahnya tidak berada di luar perpustakaan tetapi ada di dalam, yaitu pola pikir yang masih self-oriented.  Pola pikir ini memelihara anggapan bahwa perpustakaan adalah lembaga non komersial yang perlu dukungan dan tidak bisa mendukung karena tidak punya penghasilan sendiri. Untuk itu pola pikir ini harus sudah ditinggalkan karena sudah tidak lagi relevan dengan kondisi sekarang, yaitu era otonomi dan era globalisasi.
                Pada era sekarang ini berlaku prinsip: ”bantulah mereka yang sudah mampu”. Maka untuk mendapatkan dukungan, sebuah perpustakaan harus mampu menunjukkan apa yang telah dicapainya dengan kondisi yang ada. Semua pencapaian ini harus tertuangkan dalam sebuah laporan yang lengkap baik laporan kuantitatif maupun laporan kualitatif. Kemukakan komponen yang dimiliki, apa yang sudah berhasil dan apa yang sedang dilakukan, terutama bagaimana perpustakaan telah banyak berperan dalam mendukung program lembaga penaung sebagai stakeholder dan tingkat pemanfaatan oleh pengguna pada semua layanan yang disajikan.
                Memperlihatkan kemajuan yang telah dicapai, permohonan dukungan tidak lagi bersifat mengemis karena tidak punya dan belum berbuat apa-apa, tetapi lebih berupa permohonan untuk ‘menambah’ apa yang telah dimiliki agar perpustakaan lebih mampu bergerak maju. Bentuk permohonan ini, lembaga pada umumnya tidak melihat dukungan sebagai sesuatu yang besar dan mahal (padahal ‘tambahan’ yang dibutuhkan bisa saja 90% dari apa yang telah dipunyai – tinggal menambah 14 komputer dari satu komputer yang telah ada).
                Pada setiap pengajuan permohonan, perpustakaan tidak boleh memikir-kan diri sendiri tentang apa yang akan dirasakan oleh perpustakaan, tetapi lebih berorientasi pada manfaat yang dapat diperoleh lembaga penanggung atau sponsor, atau badan lain yang diajak bekerja sama, jika perpustakaan bisa berkembang. Sederhananya: ”perkembangan ini bukan untuk kami (perpustakaan), tetapi untuk anda yang telah mendukung”. Sebutkan dengan jelas perubahan dan kemajuan yang akan terjadi pada lembaga dengan memiliki perpustakaan yang berkualitas.
                Tampaknya cara ini selintas seperti merendahkan peran dan posisi perpustakaan. Padahal sebenarnya memang peran perpustakaan adalah pendukung, pendorong, penyedia bantuan bagi sebuah lembaga yang akan berkembang. Perpustakaan bukanlah sebuah perusahaan penghasil produk yang berdiri sendiri yang bisa memberikan keuntungan finansial. Ia adalah salah satu komponen dari sekian banyak komponen dari sebuah lembaga. Akan tetapi perpustakaan harus mampu meyakinkan semua pihak :”we are the most important component among others.”
                Langkah-langkah  dalam mengembangkan perpustakaan ini memang lebih mudah dibicarakan daripada dilakukan. Akan tetapi usaha ini harus selalu dilakukan dengan tetap menggunakan prinsip “give and take”, yaitu apa yang bisa diberikan oleh perpustakaan, dan karena itu maka perpustakaan juga harus mendapatkan hak untuk mendapatkan dukungan finansial maupun dukungan material lainnya. Sebab kemajuan suatu lembaga sangat ditentukan oleh kemajuan lembaga, sehingga diharapkan tidak ada satu lembaga/sekolah yang tidak mempreoritaskan kemajuan perpustakaannya.
 Daftar Pustaka:
1. Keputusan menteri dalam negeri dan otonomi daerah Nomor  3 tahun 2001’ tentang perpustakaan desa / kelurahan
2. Peraturan menteri pendidikan nasional republik indonesia nomor 25 tahun 2008 Tentang  Standar tenaga perpustakaan sekolah/madrasah
3. Peraturan menteri pendidikan nasional republik indonesia nomor 25 tahun 2008 tentang standar tenaga perpustakaan sekolah/madrasah dengan rahmat tuhan yang maha esa menteri pendidikan nasional,

0 opmerkings:

Plaas 'n opmerking