Perpustakaan sekolah merupakan
bagian penting dari komponen pendidikan yang tidak dapat dipisahkan
keberadaannya dari lingkungan sekolah. Sebagai salah satu sarana pendidikan,
perpustakaan sekolah berfungsi sebagai penunjang belajar bagi para siswa/siswi
dan juga perpustakaan sekolah berfungsi untuk membantu siswa dan guru dalam
memacu tercapainya tujuan pendidikan di sekolah. Perpustakaan sekolah harus
memungkinkan para tenaga kependidikan dan para peserta didik memperoleh
kesempatan untuk memperluas dan menambah pengetahuan dengan membaca bahan
pustaka yang mengandung ilmu pengetahuan yang diperlukan dalam KBM dan di luar
KBM..
Misi perpustakaan sekolah
(SNI7329:2009) yaitu menyediakan informasi dan ide yang merupakan fondasi agar
berfungsi secara baik di dalam masyarakat masa kini yang berbasis informasi dan
pengetahuan; merupakan sarana bagi murid agar terampil belajar sepanjang hayat
dan mampu mengembangkan daya pikir agar mereka dapat hidup sebagai warga negara
yang bertanggung jawab.
Tujuan perpustakaan Sekolah
(SNI7329:) menyediakan pusat sumber belajar sehingga dapat membantu
pengembangan dan peningkatan minat baca, literasi informasi, bakat serta
kemampuan peserta didik.
Namun
berdasarkan fakta di lapangan banyak masalah yang dapat menghambat tujuan
tersebut. Masalah tersebut, antara lain sbb : Kurangnya kesadaran para pimpinan
sekolah dan para pengelola perpustakaan sekolah tentang penjabaran misi dan
tujuan dari perpustakaan sekolahnya; Kurangnya pengetahuan para pimpinan
sekolah dan para pengelola perpustakaan sekolah tentang manajemen dan
organisasi perpustakaan; kurangnya motivasi dan peran serta dari pemerintah,
baik jajaran pemerintahan maupun lembaga dtruktural perpustakaan daerah sampai
pusat.
Dalam tulisan sederhana ini
penulis mencoba membahas penelesaian atau jalan keluar dari beberapa masalah di
atas.
Pengembangan sebuah perpustakaan
harus dilakukan berdasarkan kebijakan dari lembaga penaung, kecuali jika
perpustakaan tersebut bersifat independen. Dasar utama yang harus menjadi landasan
adalah visi dan misi lembaga. Perpustakaan harus berperan mendukung tercapainya
visi dan misi ini. Perpustakaan independen juga harus memiliki visi dan misi
untuk dijadikan jalur pijakan pengembangan. Dengan visi dan misi yang jelas,
maka dapat dibuat sebuah ukuran atau indikator keberhasilan yang harus dicapai
dalam pengembangan.
Bagi perpustakaan teladan dan penaung
secara berkesinambungan hendaknya mampu menciptakan kondisi kerjasama yang
mendukung pengembangan perpustakaan sehingga semuanya bisa menjadi perpustakaan
standar. Perpustakaan standar meliputi: standar koleksi, standar SDM pustakawan
dan tenaga administrasi, standar layana (Jenis dan bentuk layanan); Cakupan
pengguna (komunitas lokal – regional – nasional – dst.); Fasilitas pendukung
(gedung dan alat)
Prioritas diberikan pada
komponen yang paling mendukung target pengembangan lembaga. Pertimbangan lain
adalah ketersediaan dana yang dimiliki.
Pada setiap kegiatan
pengembangan, dibutuhkan pendukung utama untuk menjamin keberhasilan. Pendukung
pertama adalah dana (fund). Pendukung berikutnya adalah perencanaan (planning)
dimana di dalamnya sudah dimuat tujuan masing-masing kegiatan, ukuran capaian,
bentuk program. Pada perencanaan juga disebutkan kapan setiap tujuan harus
tercapai. Pendukung utama ketiga adalah sumber daya manusia pengelola
perpustakaan (Kepala Perpustakaan, pustakawan, tenaga teknis) yang mengetahui
peran masing-masing sehingga akan bersedia bertanggung jawab atas keberhasilan
atau kegagalan/ tertundanya pencapaian tujuan.
Langkah pengembangan sebaiknya
dimulai dari kesepakatan bersama dari setiap komponen di dalam sistem, mulai
dari pimpinan sekolah, pengelola perpustakaan sampai pada pengguna. Semua
komponen harus sepakat tentang apa yang akan dikembangkan, serta konsekuensi
yang harus dihadapi akibat pengembangan (misalnya, suasana baru dan berbeda).
Dengan demikian semua komponen akan bergerak pada arah yang sama, tidak membuat
arah sendiri-sendiri.
Beberapa
langkah yang dapat dilakukan adalah:
Dengan
membuatSWOT analysis. agar dapat mengukur keberhasilan dari kegiatan
pengembangan diperlukan ukuran yang ditentukan sendiri oleh lembaga berdasarkan
kondisi yang ada. Caranya adalah dengan membuat analisa SWOT (Strength,
Weakness, Opportunities, Threat), yaitu melihat apa yang menjadi KEKUATAN (S)
lembaga: jumlah dan tingkat pendidikan SDM, jaringan, dan semua kekuatan
internal, apa KELEMAHAN (W) lembaga: keterbatasan dana, koleksi yang
ketinggalan jaman, ruang kurang representatif, dan kelemahan internal lainnya,
KESEMPATAN (O) yang terlihat di eksternal lembaga: kebijakan pemerintah,
tawaran kerjasama, kesempatan beasiswa,dan semua kesempatan dari eksternal,
ANCAMAN (T) dari eksternal yang akan menghambat usaha pengembangan: persaingan
dengan lembaga sejenis, globalisasi, citra masyarakat tentang lembaga selama
ini.
Dengan
menentukan sasaran dengan ukuran (standar) Ukuran keberhasilan yang dibuat
berdasarkan tujuan yang disusun dengan mengacu pada analisis SWOT. Ukuran yang
dibuat haruslah rasional agar tingkat keberhasilannya menjadi sangat tinggi.
Jika memungkinkan, ukuran keberhasilan sebaiknya berupa angka (kuantitas). Jika
tidak, dapat juga dengan ukuran kualitas, contohnya: Di ruang layanan akan
terpasang 15 komputer on-line;
Pustakawan berpendidikan S1 bertambah menjadi 3 orang; atau mungkin
Terdapat layanan baru yang memiliki daya tarik lebih tinggidan pengguna
perpustakaan menggunakan seluruh layanan yang disajikan Dengan ukuran yang jelas maka seorang manajer akan
bisa membuat target minimal yang bisa dicapai dan dapat membuat evaluasi
tentang tingkat keberhasilan ( target 15 komputer – realisasi 10 komputer=
capaian…..%)
Setelah jelas ukuran capaian,
buatlah program untuk mencapai target yang ditetapkan, misalnya: Kerjasama
dengan perusahaan untuk pengadaan komputer baru untuk bidang pelayanan;
Peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan jenjang sarjana; Lokakarya
Revitalisasi Layanan PerpustakaanYang harus diingat adalah bahwa semua program
harus mengacu pada kebijakan lembaga penaung agar mendapat dukungan (-paling
tidak- dukungan moral) dari lembaga. Selain itu, harus tetap memperhatikan
hasil analisis SWOT sebagai acuan penyusunan program.
Selanjutnya adalah menghitung
anggaran yang harus dikeluarkan dalam kegiatan pengembangan. Dasar anggaran
dapat ditetapkan berdasarkan ketersediaan anggaran-anggaran yang disediakan
atau berdasarkan tujuan yang harus dicapai yang berdampak pada program yang
akan dibuat. Seluruh butir anggaran harus dihitung dengan cermat sehingga tidak
ada yang terlewati agar tidak ada kegiatan yang harus dihentikan karena
kekeliruan pengitungan dana.
Setelah itu, tetapkan waktu yang
pasti tetapi rasional untuk setiap program yang akan dilakukan. Pilih program
yang dapat dijalankan secara paralel dan program mana yang harus dilakukan
berurutan atau satu demi satu. Penetapan waktu ini, maka pembagian kerja akan
semakin jelas dan mudah dilakukan karena tidak akan terjadi benturan waktu
pengerjaan program dan pustakawan yang harus merangkap garapan. Banyak orang
yang menganggap bahwa penentuan waktu adalah sesuatu yang sederhana. Akan
tetapi, kekeliruan penentuan waktu bisa membuat sebuah program tidak
terlaksanakan dengan sempurna karena alokasi yang keliru (terlalu lama atau
terlalu sebentar). Kemudian tanpa ukuran waktu, manajer tidak bisa menuntut
timnya untuk bergerak cepat.
Masalah ini sepertinya setiap
saat dikeluhkan oleh banyak perpustakaan adalah keinginan bergerak melangkah
maju. Padahal masalahnya tidak berada di luar perpustakaan tetapi ada di dalam,
yaitu pola pikir yang masih self-oriented.
Pola pikir ini memelihara anggapan bahwa perpustakaan adalah lembaga non
komersial yang perlu dukungan dan tidak bisa mendukung karena tidak punya
penghasilan sendiri. Untuk itu pola pikir ini harus sudah ditinggalkan karena
sudah tidak lagi relevan dengan kondisi sekarang, yaitu era otonomi dan era
globalisasi.
Pada era sekarang ini berlaku
prinsip: ”bantulah mereka yang sudah mampu”. Maka untuk mendapatkan dukungan,
sebuah perpustakaan harus mampu menunjukkan apa yang telah dicapainya dengan
kondisi yang ada. Semua pencapaian ini harus tertuangkan dalam sebuah laporan
yang lengkap baik laporan kuantitatif maupun laporan kualitatif. Kemukakan
komponen yang dimiliki, apa yang sudah berhasil dan apa yang sedang dilakukan,
terutama bagaimana perpustakaan telah banyak berperan dalam mendukung program
lembaga penaung sebagai stakeholder dan tingkat pemanfaatan oleh pengguna pada
semua layanan yang disajikan.
Memperlihatkan kemajuan yang
telah dicapai, permohonan dukungan tidak lagi bersifat mengemis karena tidak
punya dan belum berbuat apa-apa, tetapi lebih berupa permohonan untuk
‘menambah’ apa yang telah dimiliki agar perpustakaan lebih mampu bergerak maju.
Bentuk permohonan ini, lembaga pada umumnya tidak melihat dukungan sebagai
sesuatu yang besar dan mahal (padahal ‘tambahan’ yang dibutuhkan bisa saja 90%
dari apa yang telah dipunyai – tinggal menambah 14 komputer dari satu komputer
yang telah ada).
Pada setiap pengajuan
permohonan, perpustakaan tidak boleh memikir-kan diri sendiri tentang apa yang
akan dirasakan oleh perpustakaan, tetapi lebih berorientasi pada manfaat yang
dapat diperoleh lembaga penanggung atau sponsor, atau badan lain yang diajak
bekerja sama, jika perpustakaan bisa berkembang. Sederhananya: ”perkembangan
ini bukan untuk kami (perpustakaan), tetapi untuk anda yang telah mendukung”.
Sebutkan dengan jelas perubahan dan kemajuan yang akan terjadi pada lembaga
dengan memiliki perpustakaan yang berkualitas.
Tampaknya cara ini selintas
seperti merendahkan peran dan posisi perpustakaan. Padahal sebenarnya memang
peran perpustakaan adalah pendukung, pendorong, penyedia bantuan bagi sebuah
lembaga yang akan berkembang. Perpustakaan bukanlah sebuah perusahaan penghasil
produk yang berdiri sendiri yang bisa memberikan keuntungan finansial. Ia
adalah salah satu komponen dari sekian banyak komponen dari sebuah lembaga.
Akan tetapi perpustakaan harus mampu meyakinkan semua pihak :”we are the most
important component among others.”
Langkah-langkah dalam mengembangkan perpustakaan ini memang
lebih mudah dibicarakan daripada dilakukan. Akan tetapi usaha ini harus selalu
dilakukan dengan tetap menggunakan prinsip “give and take”, yaitu apa yang bisa
diberikan oleh perpustakaan, dan karena itu maka perpustakaan juga harus
mendapatkan hak untuk mendapatkan dukungan finansial maupun dukungan material
lainnya. Sebab kemajuan suatu lembaga sangat ditentukan oleh kemajuan lembaga,
sehingga diharapkan tidak ada satu lembaga/sekolah yang tidak mempreoritaskan
kemajuan perpustakaannya.
Daftar Pustaka:
1.
Keputusan menteri dalam negeri dan otonomi daerah Nomor 3 tahun 2001’ tentang perpustakaan desa /
kelurahan
2.
Peraturan menteri pendidikan nasional republik indonesia nomor 25 tahun 2008
Tentang Standar tenaga perpustakaan
sekolah/madrasah
3.
Peraturan menteri pendidikan nasional republik indonesia nomor 25 tahun 2008
tentang standar tenaga perpustakaan sekolah/madrasah dengan rahmat tuhan yang
maha esa menteri pendidikan nasional,
0 opmerkings:
Plaas 'n opmerking